Di sisi lain, pemerintahan Joko Widodo yang mencanangkan program perhutanan sosial 12,7 juta hektare dan reforma agraria 5 juta hektare, baru memenuhi sekitar 11 persen target tersebut.
Justru, data Walhi menunjukkan sekitar 8 juta hektare lahan telah diberikan kepada korporasi sepanjang rezim berjalan.
Dampak dari masifnya alih fungsi lahan kini terasa nyata. Rentetan bencana ekologis di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara pada November 2025 menjadi salah satu bukti.

Banjir bandang dan longsor yang menewaskan 753 orang bukan hanya disebabkan cuaca ekstrem, melainkan kerusakan ekologis kronis.
WALHI Sumut menyebut banyak wilayah masuk kategori risiko tinggi, dengan hutan gundul dan izin perusahaan di kawasan sensitif seperti ekosistem Batang Toru semakin memperburuk keadaan.
Menurut Manajer Advokasi WALHI Sumut, Jaka Kelana Damanik, sebagian besar bencana tidak murni akibat curah hujan, melainkan akibat keputusan politik yang memprioritaskan investasi dibanding keberlanjutan lingkungan.
Ia menilai kegagalan pengelolaan lingkungan selama bertahun-tahun telah menciptakan krisis ekologis yang kini mengancam jutaan warga.
Sumber: WALHI