Anggota Komisi I DPR RI dari fraksi Partai Gerindra, Endipat Wijaya, meminta Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) lebih proaktif dalam memperbarui informasi penanganan bencana banjir dan longsor yang dilakukan pemerintah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Dalam rapat bersama Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025), Endipat menegaskan agar pemerintah tidak kalah dengan pihak-pihak yang merasa paling berjasa di wilayah terdampak bencana.
“Jadi, kami mohon Ibu (Meutya Hafid), fokus nanti ke depan Komdigi ini mengerti dan tahu persis isu sensitif nasional, membantu pemerintah memberitahukan dan mengamplifikasi informasi-informasi itu, sehingga enggak kalah viral dibandingkan dengan teman-teman yang sekarang ini sok paling-paling di Aceh, di Sumatera, dan lain-lain itu, Bu,” kata Endipat.
Endipat menilai banyak pihak yang merasa berjasa sebenarnya hanya datang sekali atau dua kali ke Aceh. Menurutnya, pemerintah telah hadir sejak awal, mendirikan ratusan posko, dan menyiapkan fasilitas darurat lainnya.
“Ada apa namanya, orang yang cuma datang sekali seolah-olah paling bekerja di Aceh, padahal negara sudah hadir dari awal. Ada orang baru datang, baru bikin satu posko, ngomong pemerintah enggak ada. Padahal pemerintah sudah bikin ratusan posko di sana,” ujarnya.
Endipat menekankan peran Kemenhut dan kepolisian dalam perbaikan hutan dan evaluasi kawasan, namun publik jarang mengetahui upaya tersebut. Ia pun meminta Komdigi menjadi garda terdepan menyampaikan informasi ini.
“Orang per orang cuma nyumbang Rp 10 miliar, negara sudah triliunan ke Aceh. Jadi, yang kayak gitu mohon dijadikan perhatian sehingga ke depan tidak ada lagi informasi seolah-olah negara tidak hadir di mana-mana, padahal negara sudah hadir sejak awal dalam penanggulangan bencana,” kata Endipat.
Lahir di Bengkulu pada 31 Mei 1984, Endipat Wijaya menempuh pendidikan SMA di Taruna Nusantara dan lulus Teknik Metalurgi ITB Bandung pada 2006. Ia kemudian meraih gelar manajemen dari Swiss German University pada 2019.
Karier profesionalnya dimulai sebagai teknisi di Double A Group, dilanjutkan di PT Kaltim Prima Coal, sebelum terjun ke politik pada 2011 dengan bergabung di Partai Gerindra sambil menjadi manajer di PT Nusantara Energy. Kedekatannya dengan pimpinan Gerindra, termasuk Prabowo, mempercepat perjalanan politiknya.
Pada Pemilu 2024, Endipat terpilih sebagai anggota DPR dari Dapil Kepulauan Riau dengan suara terbanyak, 105.413 suara, menjadikannya wakil rakyat periode 2024–2029 di Komisi I DPR RI yang menangani isu pertahanan, luar negeri, komunikasi, dan informasi.
Nama Endipat menjadi perbincangan publik setelah pernyataannya menyinggung aksi relawan yang menggalang dana Rp10 miliar untuk korban banjir Sumatra. Walaupun tidak menyebut nama, publik mengaitkan dengan aksi Ferry Irwandi.
“Orang-orang cuma nyumbang Rp 10 miliar, negara sudah triliun-triliunan ke Aceh itu, bu. Jadi yang kayak gitu-gitu, mohon dijadikan perhatian, sehingga ke depan tidak ada lagi informasi yang seolah-olah negara tidak hadir di mana-mana. Padahal negara sudah hadir sejak awal di dalam penanggulangan bencana,” kata dia.
Ucapan ini menuai hujatan netizen dan membuat Endipat menutup akun Instagram pribadinya.
Berdasarkan laporan LHKPN, Endipat memiliki total harta kekayaan Rp12,4 miliar. Rinciannya meliputi:
Tanah & Bangunan: Rp2,5 miliar
Alat Transportasi & Mesin: Rp2,546 miliar
Harta Bergerak Lainnya: Rp52 juta
Surat Berharga: Rp5 miliar
Kas & Setara Kas: Rp2,395 miliar
Sebagai anggota DPR, Endipat wajib melaporkan harta kekayaannya sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999 untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.