Bencana hidrometeorologi kembali menghantam Sumatera. Di Padang, akses utama jalan Kota Padang–Bukittinggi lumpuh total akibat banjir di wilayah Pasar Usang, Kecamatan Batang Anai, Padang Pariaman. Luapan Sungai Batang Anai meninggikan air hingga 40–50 sentimeter, membuat kendaraan berhenti total sejak Kamis (27/11/2025) pagi.
Doni, seorang sopir truk yang berangkat sejak subuh untuk mengirim 500 tabung elpiji subsidi ke Biaro, Agam, terpaksa menghentikan perjalanan. “Tidak bisa dilalui, dipaksakan sangat berisiko,” ujarnya. Motor-motor yang nekat menerobos justru mogok, dan pengendaranya harus mendorong kendaraan ke tempat aman. Polisi dan warga kini berjaga di lokasi banjir untuk mengarahkan kendaraan agar memutar balik ke arah Kota Padang.
BMKG Minangkabau mengingatkan bahwa cuaca ekstrem masih akan berlangsung hingga 29 November 2025, dipicu bibit siklon tropis 95B dan Indeks Ocean Dipole negatif, yang membuat suplai uap air meningkat dan atmosfer Sumatera Barat jauh lebih labil.
Sementara Sumbar berjuang, Sumatera Utara menghadapi bencana lebih besar: banjir bandang dan longsor yang melanda Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Kota Sibolga telah memaksa 2.851 warga mengungsi. Jumlah korban meninggal mencapai 19 orang, dan angka ini diperkirakan masih bertambah karena evakuasi terkendala akses dan cuaca.
Di tengah proses pencarian, kisah memilukan muncul dari para keluarga yang kehilangan kontak dengan kerabatnya. Rose, perantau asal Jakarta, terakhir kali berbicara dengan ibu dan dua adiknya yang terjebak di hutan Hutanabolon, Tapanuli Tengah. “Hanya baju di badan, tidak ada makanan,” kata keluarganya sebelum jaringan telepon terputus. Hingga hari ini, Rose belum mengetahui apakah keluarga tersebut selamat.
Kisah lain datang dari Tanti, warga Jakarta yang kehilangan kontak dengan keluarganya di Kota Sibolga. “Sibolga tak pernah seperti ini,” katanya pilu. Banjir bandang dilaporkan datang dari arah gunung, sementara pemukiman dekat pantai yang biasanya aman kini ikut terendam.
Perdebatan mengenai penyebab bencana masih terjadi. BNPB menyebut siklon tropis KOTO dan bibit Siklon 95B sebagai pemicu hujan ekstrem. Namun WALHI menilai kerusakan hutan dan aktivitas tambang emas PT Agincourt Resources di Batang Toru memperburuk kondisi, karena tutupan hutan yang hilang meningkatkan risiko banjir dan longsor.
Di tengah duka tersebut, Basarnas meningkatkan skala operasi SAR di Sibolga dan Tapanuli Raya. Tim gabungan dari Pos SAR Sibolga, TNI–Polri, BPBD, Polairud, dan relawan dikerahkan dengan dukungan drone thermal, perahu karet, dan peralatan medis. Namun kondisi di lapangan sangat berat: akses jalan putus, gelombang tinggi, listrik padam, dan jaringan telekomunikasi terputus.
Data Basarnas menyebut lebih dari 1.902 keluarga terdampak di Tapanuli Tengah saja, dengan jumlah tertinggi berada di Kecamatan Kolang. Di Sibolga, 21 warga masih hilang, sebagian diperkirakan tertimbun material longsor.
Bencana yang terjadi beruntun di Sumatera — dari Padang hingga Sibolga — menggerakkan gelombang doa dan dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia. Tagar solidaritas #PrayForSumatera memenuhi ruang publik, mengingatkan bahwa ribuan orang kini sedang berjuang bertahan, sementara proses evakuasi dan pencarian terus berkejaran dengan waktu dan cuaca ekstrem.